Makalah Asmaul Husan, Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-Malik, Al-Hasib, Al-Hadi, Al-Kholiq, dan Al-Hakim



MAKALAH AKIDAH AKHLAK
ASMAUL HUSNA AL-GHOFFAR, AR-ROZAK, AL-MALIK, AL-HASIB, AL-HADI, AL-KHOLIQ, AL-HAKIM


Silahkanlah unduh File Doc. nya Di Unduh File

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Allah SWT adalah dzat yang maha perkasa, keperkasaan Allah tiada bandingannya, tidak terbatas dan bersifat kekal. Allah SWT menciptakan alam semesta ini untuk kepentigan umat manusia, dalam menciptakan alam Allah tidak pernah meminta bantuan terhadap mahluk lain, oleh karena itu kita sebagai hamba Allah hendaknya selalu memuliakan-Nya, kemampuan Allah dengan cara selalu mentaati seagala apa yang telah diperintahkan-Nya dan juga menjauhi segala sesuatu yang telah di larang-Nya.
Kemampuan Allah dalam menciptakan alam beserta isinya merupakan wujud dari Asmaul Husna yaitu Al-Aziz, Allah memiliki 99 Asma’ul Husna, termasuk di antaranya ialah Al-Gaffar, Al-khaliq, Al-Hakim, , dan seterusnya. Nama-nama tersebut telah disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Adanya Asmaul Husna sebagai bukti bahwa Allah maha perkasa dan maha bijaksana, untuk itu maka kita wajib mengamalkan Asmaul Husna ke dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu kami akan membahas makalah tentang “makalah akidah akhlak asmaul husna ( Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim).
B.   Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim?
2.    Bagaimana Nilai-nilai Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim?
C.   Tujuan
1.    Untuk mengetahui Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim
2.    Untuk mengetahui Nilai-nilai Asmaul Husna Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib, Al-Hadi, Al-khaliq, dan Al-hakim


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian dan Dalil Asmaul Husna

1.    Pengertian al-Asma’u al-Husna
Al-Asma’u al-Husna terdiri atas dua kata, yaitu asmā yang berarti nama-nama, dan husna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asma’u al-Husna dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah Swt. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata al-Asma’u al-Husna diambil dari ayat al-Qur’ān Q.S. Tāhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki al-Asma’u al-Husna (nama-nama baik)“.
2.    Dalil tentang al-Asma’u al-Husna
a)    Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180
Artinya: “Dan Allah Swt. memiliki asmā’ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) namanama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. al A’rāf/7:180)
Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asma’u al-Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. Berdoa dengan menyebut al-Asma’u al-Husna sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.
b)    Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (H.R. Bukhari)

B.   Al Ghoffar

1.    Pengertian Al Ghaffar
Al Ghaffar berasal dari akar kata ghafara yang artinya taghtiyah dan sitr yaitu menutupi atau merahasiakan. Al Ghaffar bisa juga diterjemahkan berasal dari kata al maghfiroh dan al ghufron yang artinya pengampunan. Jika al Ghafar disandarkan pada Allah maka berarti Allah adalah dzat yang Maha mengampuni. Al Ghaffar dapat diterjemahkan juga sebagai dzat yang menampakkan kebaikan dan menutupi kejelekan di dunia dan memaafkan hukumannya di akhirat. Dapat kita terjemahkan bahwa maghfiroh dari Allah yaitu dirahasiakan  dan diampuni-Nya dosa-dosa adalah dengan karunia dan rahmat-Nya bukan karena tobat seorang hamba atau taatnya.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al Ghaffar
Sebagai hamba Allah kita semestinya meneladani sifat Allah al Ghaffar dalam kehidupan kita sehari-hari. Manusia yang meneladani sifat al Ghaffar adalah manusia yang memiliki sifat pemaaf, menutupi kesalahan atau aib orang lain, memiliki rasa belas kasihan dan tidak menganggap kesalahan sebagai kesalahan.
Kita dapat meneladani Allah melalui sifat al Ghaffar dengan cara memilki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Memaafkan kesalahan orang lain
Memaafkan orang lain adalah suatu kebaikan dan dapat dilakukan kapan saja, oleh dan untuk siapa saja. Kita tidak dibenarkan bersikap keras hati, enggan memaafkan kesalahan orang lain. Allah memerintahkan kita untuk memaafkan orang lain, seperti diterangkan dalam al Qur’an :
b. Menghilangkan perasaan dendam
Sifat dendam tidak akan membawa akibat apapun selain kehancuran dan kehinaan. Kehancuran dan kehinaan terjadi bukan kepada orang yang ditimpakan rasa dendam tetapi, kehancuran akan menimpa pada pelaku dendam. Ketika Abu Bakar as Shiddiq ra, bersumpah untuk tidak memaafkan Mistah, orang yang menyebarkan fitnah kepada Aisyah putrinya, maka Allah menurunkan perintah kepada orang-orang mukmin untuk memberi maaf dan berlapang dada;
c. Mengingat kebaikan dan melupakan keburukan orang lain
Memaafkan kesalahan orang lain bukanlah perbuatan yang mudah, karena itu sifat pemaaf ini harus sering dilatih dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat kebaikan dan melupakan keburukan orang lain adalah salah satu cara berlatih menjadi seorang pemaaf.
C.   Ar-Rozak

1.    Pengertian al Razzaq

Al Razzaq berasal dari kata razaqo atau rizq artinya rezeki. Ar Razzaq adalah Allah yang memberi banyak rizki kepada makhluknya dan secara berulang-ulang. Imam Al Ghazali menjelaskan arti ar Razzaq adalah Dia yang menciptakan rezeki dan menciptakan yang mencari rezeki, serta Dia yang mengantarkan kepada mereka dan menciptakan sebab-sebab sehingga mereka dapat menikmatinya.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al Razzaq
a.    Berkeyakinan bahwa Allah adalah penjamin rizki secara mutlak
Kesadaran tentang jaminan rezeki Allah harus kuat. Rezeki antara bayi dan orang dewasa berbeda. Jaminan rezeki Allah, berbeda dengan jaminan rezeki orang tua kepada bayinya. Bayi menanti makanan yang siap dan menanti disuapi. Kepada manusia dewasa, Allah menyiapkan sarana dan manusia diperintahkan untuk mengolahnya.
b.    Berusaha maksimal dan qona’ah
Agama menekankan perlunya berusaha dan apabila usaha tidak dapat menumukan keberhasilan karena terhalangi oleh satu dan lain sebab, maka manusia diperintahkan berhijrah. Di sisi lain manusia juga harus memiliki sifat “qana’ah” yaitu menerima atau merasa puas, tetapi ini bukan sekedar puas dengan apa yang telah diperoleh, tetapi kepuasan tersebut harus didahului oleh tiga hal.
1)   Usaha maksimal yang halal,
2)   Keberhasilan memiliki hasil usaha maksimal tersebut dan
3)   Dengan suka cita menyerahkan apa yang telah dihasilkan karena puas dengan apa yang telah diperoleh sebelumnya.

c.    Memanfaatkan rizki ke jalan yang benar
Memanfaatkan rezeki dengan baik dijalan yang benar adalah salah satu bukti rasa syukur hamba kepada Tuhannya. Berkenaan dengan rezeki yang bersifat material seseorang tidak harus menghabiskan seluruhnya. Bisa dengan cara ditabung sebagai persiapan keperluan yang tidak terduga dan dinafkahkan sesuai dengan ajaran agama.
D.   Al-Malik
1.    Pengertian al-Malik
Al-Malik secara umum diartikan dengan kata raja atau penguasa. Kata al-Malik terdiri dari huruf Mim Lam Kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan Keshahihan. Kata al-Malik di dalam al-Qur’an terulang sebanyak lima kali dan biasanya diartikan dengan arti raja. Dua dari ayat tersebut disandingkan kepada kata al- Haq yang berarti pasti dan sempurna. Hal ini karena kerajaan Allah Swt abadi dan sempurna tidak seperti kerajaan manusia.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al-Malik
a)    Manusia memiliki keterbatasan kepemilikan terhadap sesuatu.
Dengan asma Allah Swt al-Malik ini seharusnya manusia sadar bahwa dirinya terbatas. Bukan hanya itu harta benda yang mereka miliki juga terbatas, baik terbatas jumlahnya atau terbatas pemakaiannya. Manusia hanya bisa memakai harta yang ia miliki di dunia saja. Demikian pula kepemilikan yang ia miliki juga terbatas. Seseorang bisa saja memiliki karyawan tetapi ia hanya dapat menguasai sisi lahiriah dari karyawannya tersebut. Ia tidak dapat menguasai sisi bathinnya.
b)    Pengendalian nafsu.
Dengan mengerti dan memahami sifat al-Malik dengan baik, seseorang dapat menguasai hawa nafsunya. Godaan yang paling besar bagi manusia adalah godaan hawa nafsu. Dalam sejarah, umat Islam pernah mengalami kekalahan perang, yaitu dalam perang Uhud. Kekalahan tersebut terjadi karena sebagian dari pasukan umat Islam tergoda dengan harta ghanimah atau harta rampasan perang sehingga Allah Swt mengurangi kekuatan mereka dan akhirnya mereka kalah di dalam perang. Saat itu seandainya umat Islam tidak tergoda dengan harta rampasan perang yang ada dan menyakini bahwa Allah Swt adalah Pemilik semuanya, niscaya pasukan umat Islam akan menang.
c)    Bersyukur terhadap nikmat Allah.
Mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kapada manusia merupakan bentuk pengamalan dari penghayatan seseorang terhadap asama Allah Swt al-Malik. Seseorang akan sadar bahwa pemilik sebenarnya bagi segala sesuatu adalah Allah Swt. Oleh karena itu ketika seseorang sudah berusaha dengan maksimal lalu ia memperoleh rezeki, maka ia akan mensyukuri rezeki itu. Ia tidak akan mengumpat atau mencaci orang lain karena ia sadar bahwa Allah Swt adalah pemilik sejatinya.
E.   Al-Hasib
1.    Pengertian al-Hasib
Al-Hasib secara etimologi berasal dari kata hasiba dengan tiga huruf Arab ha, sin dan ba. Setidaknya terdapat empat kata dalam bahasa Arab, yaitu menghitung, mencukupkan, bantal kecil dan penyakit yang menimpa kulit shingga kulit menjadi putih. Hanya saja makna ketiga dan keempat dari kata al-Hasib tidak mungkin dilekatkan kepada Allah Swt. Dalam al Quran kata al-Hasib disebutkan empat kali. Tiga terkait dengan Allah Swt dan satu terkait dengan manusia. Dua ayat yang terkait dengan Allah Swt dapat diartikan dengan Dzat yang memberi kecukupan.
2.    Meneladani Allah dengan sifat al-Hasib
a.    Tenang dan tentram bersama dengan Allah Swt.
Seseorang yang memaknai al-Hasib sebagai Dzat yang memberi kecukupan, maka ia akan nyaman dan tentram. Ia tidak akan terganggu oleh bujuk rayu setan lalu menjadi sekutunya dan ia tidak akan sedih saat harus kehilangan sesuatu, baik berupa materi atau kesmpatan karena ia yakin dirinya sudah merasa cukup dengan adanya Allah Swt.
b.    Melakukan amal shalih semata-mata karena Allah.
Seseorang yang memaknai al-Hasib dengan makna perhitungan, maka ia akan meyakini sesungguhnya Allah Swt akan menghitung amal shalih setiap manusia. Bagi yang meneladaninya, maka terlebih dahulu ia akan sepenuhnya menyadari bahwa hanya Allah Swt yang memberinya kecukupan. Dengan demikian segala yang ia lakukan ditujukan semata-mata karena Allah Swt. Selain itu segala kehendak yang ia lakukan pasti harus sesuai dengan kehendakNya. Hal ini dilakukan karena ia yakin Allah Swt telah mencukupkan kebutuhannya.
c.    Melakukan introspeksi diri secara terus-menerus
Seandainya makna al-Hasib diartikan sebagai Dzat yang memberi perhitungan, maka yang meneladaninya sudah pasti akan senantiasa melakukan introspeksi diri. Hal tersebut dilakukan karena ia menyadari sepenuhnya kelak Allah Swt akan melakukan perhitungan terhadap dirinya dengan amat cermat dan teliti. Selain itu, dalam hal apapun yang diminta atas dasar kewajiban agama seperti menunaikan zakat mal misalnya, maka ia akan segera menghitung hartanya dengan cermat dan penuh ketelitian sehingga tidak ada yang keliru.
F.    Al-Hadi

1.    Pengertian al-Hadi
Al-hadi secara bahasa berarti memberi petunjuk. Allah Al-Hadi artinya Allah memberi  petunjuk kepada siapa saja yang dia kehendaki.dialah yang memberi petunjuk kepada manusia sehingga dapat membedakan baik dan buruk,bebuat amal shaleh dan beribadah dengan baik dan benar.
Dia senantiasa membimbing hamba-hambanya untuk mengikuti jalan-jalan yang diridhainya,bukan jalan yang dimurkainya demi kelangsungan hidup dari kehidupan mereka di dunia maupun ahirat.
Hasil dari petunjuk yang Allah berikan adalah iman,islam dan tauhid.
Firman Allah Swt yang artinya :
“ Barangsiapa yang dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorangpun yang bisa memberi petunjuk kepadanya.dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorangpun dapat menyesatkannya.”(QS. Az-Zumar:36-37)

2.    Meneladani sifat Allah Al-Hadi
a)    Meyakini bahwa petunjuk  allah banyak sekali
b)    Meyakini bahwa agama merupakan petunjuk atau hidayah tertinggi
c)     Memberi petunjuk kepada orang lain dengan sungguh-sungguh
d)    Membimbing diri sendiri dan orang lain agar istiqomah berpijak dijalan yang benar
G.   Al-khaliq
1.    Pengertian Al-khaliq
Al-Khaliq secara bahasa berasal dari kata”khalaq” atau “khalaqa” yang berarti mengukur atau memperhalus.kemudian, makna ini berkembang dengan arti menciptakan tanpa contoh sebelumnnya.
Al-Khaliq berati Allah adalah pencipta semua makhluk yang ada di semesta ini. Allah menciptakan makhluk dengan wujud yang sempurna dan sebaik-baiknya bentuk. Tidak ada yang diciptakan Allah dengan kebetulan. Semua ada maksud,tujuan dan manfaatnya.tidak ada penciptaan yang sia-sia. Sebagai pencipta, Allah tidak membutuhkan apapun dari makhluknya.
Firman allah swt:
Artinya:
“Dialah Allah yang menciptakan,yang mengadakan yang membentuk rupa,yang mempunyai nama –nama Allah yang baik. Bertasbih kepadanya apa yang ada dilangit dan dibumi. Dan dialah yang maha perkasa lagi maha bijaksasna.”(QS.Al-Hasyr:24).
2.    Meneladani sifat Allah Al-Khaliq
a)    Meyakini bahwa allah maha menciptakan semua makhluk di alam semesta ini
b)    Meyakini bahwa allah maha menakdirkan kepada seluruh makhluk yang diciptakannya
c)    Mejauhkan diri dari menyekutukannya
d)    Dapat menghindarkan diri dari sifat sombong dan angkuh
e)     Menimbulkan ketenangan didalam hati seorang mukmin
f)     Mendorong untuk lebih meningkatkan keimanan kepada allah
H.    Al-Hakim
1.    Pengertian Al-hakim
Salah satu Asma’ul Husna adalah Al-Hakim. Artinya, Yang memiliki hikmah yang tinggi dalam penciptaan-Nya dan perintah-perintah-Nya, Yang memperbagus seluruh makhluk-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
zNõ3ßssùr& Ïp¨Î=Îg»yfø9$# tbqäóö7t 4 ô`tBur ß`|¡ômr& z`ÏB «!$# $VJõ3ãm 5Qöqs)Ïj9 tbqãZÏ%qã ÇÎÉÈ
Artinya :  Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS. Al-Maidah : 50)
Maka, Allah l tidak akan menciptakan sesuatu yang sia-sia dan tidak akan mensyariatkan sesuatu yang tiada manfaatnya.
2.    Meneladani sifat Allah Al-Hakim
a.    Memperdalam ilmu pengetahuan
b.    Bersikap bijaksana














BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya , dapat disimpulkan bahwa Allah mempunyai nama-nama yang indah dan sangat banyak makna dari nama –nama tersebut. Sifat Al-Hadi, menunjukan bahwa hanya Allah yang memberi petunjuk kepada makhluknya. Petunjuk Allah ini sebenarnya diberikan kepada semua manusia, tetapi tidak semua manusia mampu menerimanya.
   Allah swt. memiliki sifat  Al-ghoffar,  Ar-rozak, Al-malik, Al-hasib,dan  Al-Khaliq, artinya bahwa Allah yang menciptakan semua yang ada di dalam semesta ini, dia tidak membutuhkan bantuan bantuan dari siapapun untuk menciptakan semua yang ada di alam semesta ini. Allah lah sebaik-baiknya pencipta.
    Sifat Al-Hakim menunjukan bahwa Allah lah hakim yang paling bijakasana. Dia memutuskan apa yang terjadi dengan  sangat bijaksana.
B.   Saran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, penulis mengemukakan beberapa saran, yaitu:
1.    Hendaknya kita mengetahui bahwa sangat banyak petunjuk dari Allah, dan hendaknya kita mau menerimanya.
2.    Diharapkan dapat menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan Allah, dan Allah menciptakannya dengan sebaik-baiknya dan tidak sia-sia.
3.    Setiap orang diharapkan memutuskan segala sesuatu dengan bijaksana.
4.    Kita selalu mengampuni dosa-dosa orang lain
5.    Meyakini bahwa setiap manusia pasti akan diberikan rezeki oleh Allah Swt.


DAFTAR PUSTAKA


Unduh FIlenya : Disini

Tag : Makalah
0 Komentar untuk "Makalah Asmaul Husan, Al-Ghaffar, Ar-rozak, Al-Malik, Al-Hasib, Al-Hadi, Al-Kholiq, dan Al-Hakim"

Back To Top